Muhammad Hafidzul Fikri
23 Desember, 2022
Berdasarkan KBBI, tanda tangan memiliki arti tanda sebagai lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai penanda pribadi bahwa orang tersebut telah menerima dan sebagainya. Menurut Undang-Undang no. 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai pada angka 3 disebutkan bahwa Tanda Tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan atau cap nama, atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Pemalsuan tanda tangan merupakan pelanggaran yang sering terjadi di masyarakat kita, karena kurangnya pemahaman atas akibat yang timbul dari pemalsuan tanda tangan tersebut, biasanya hal ini dilakukan jika dalam keadaan terdesak. Pada hakikatnya, segala jenis tindakan pemalsuan adalah sebuah bentuk kejahatan yang bertentangan hukum, di mana seseorang dengan sengaja memalsukan tanda tangan orang lain untuk kepentingan tertentu yang nantinya akan membuat kerugian terhadap seseorang, karena memiliki akibat yang dapat merugikan seseorang, masyarakat dan negara, maka dalam hal ini perbuatan memalsukan tanda tangan memiliki konsekuensi hukuman pidana.
Ancaman hukuman
Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban), atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama- lamanya enam tahun.”
Perbuatan memalsu tanda tangan, menurut R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” (hlm. 196), masuk ke dalam pengertian memalsu surat dalam Pasal 263 KUHP.
Pidana maksimal yang dapat dijatuhkan pada pemalsu tanda tangan suatu surat adalah 6 (enam) tahun penjara. Namun, untuk dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP ini sebagaimana dijelaskan R. Soesilo (hlm 195), surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a. Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya.
b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya.
c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau
d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, dan masih banyak lagi.
Kesimpulannya bahwa tindakan memalsukan tanda tangan bisa dikenakan sanksi pidana menurut Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pemalsuan pada suatu dokumen yang menimbulkan kerugian bagi korban dapat dilaporkan, kemudian hakim di pengadilan berwenang untuk memutuskan pidana tersebut.