Aghnia Maurizka Prameswari
UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan tentang Hukum Pidana (KUHP/KUHP Lama)
Pidana mati diatur pada Pasal 11 KUHP yang berbunyi:
“Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.”
Ketentuan Pasal 11 KUHP telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 02/Pnps/1964 yang pada pasal 1 dinyatakan bahwa:
“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yanga da tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati…”
Atas ketentuan tersebut maka eksekusi pidana mati tidak lagi dilakukan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri namun dengan cara ditembak sampai mati. Kemudian pemerintah membuat pengaturan yang lebih teknis terkait pelaksanaan pidana mati yang mana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Berikut beberapa aturan pidana mati di Indonesia yang diatur dalam KUHP:
· Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden
· Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang
· Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang
· Pasal 340: pembunuhan berencana
· Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati
· Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian
· Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.
UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru)
Pada KUHP baru terdapat beberapa perubahan aturan dari KUHP Lama, yaitu adanya masa percobaan 10 tahun sebelum eksekusi pidana mati. Ketentuan pidana mati yang tertuang di KUHP baru tercantum pada Pasal 100 yang berbunyi:
(1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan mempertimbangkan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang. KUHP baru juga mengatur persyararatan dapat dilaksanakannya pidana mati, bahwa pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden, ketentuan ini tercantum pada Pasal 99 ayat (1). Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat, berbeda dari KUHP lama dimana pidana mati merupakan bagian dari pidana pokok.