Aghnia Maurizka Prameswari
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Republik Indonesia telah mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan didasari oleh Undang-Undang (UU). UU yang mengatur terkait kewenangan MK ialah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) dan Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”).
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Dalam membuat putusan mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Hakim MK wajib mendengar dan mempertimbangkan pendapat Dewan Perwaklian Rakyat.
Anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Maka pada setiap permohonan yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi akan diadili dan diputus oleh 9 (sembilan) anggota hakim konstitusi.
Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Ketentuan-ketentuan tersebut diatur pada UUD 1945 Pasal 24C.
UU MK juga mengatur terkait kewenangan MK. Merujuk pada Pasal 10 Ayat (1) UU MK, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Dasar hukum diatas diatur sebagai dasar pertimbangan hukum apakah Mahkamah Konstitusi berhak menguji permohonan yang diajukan kepada MK. Sehingga MK tidak akan menguji permohonan diluar kewenangannya.
Sumber:
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”)
- Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”).