Aghnia Maurizka Prameswari
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Namun apa itu MKMK dan bagaimana kewenangannya?
Dasar hukum yang mengatur mengenai MKMK ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk memantau, memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap Hakim Konstitusi, yang diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. MKMK dibentuk Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.
Dalam rangka mengakomodir perkembangan praktik penanganan laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, dibentuk juga Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK No. 1 Tahun 2023).
Majelis Kehormatan berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan Mahkamah. Dan berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud dapat diperiksa dan diputus paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan dicatat dalam e-BRLTP. Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh puluh) belum selesai pemeriksaannya, dapat diperpanjang paling lama 15 (lima belas) hari kerja berikutnya.
Objek pemeriksaan Majelis Kehormatan adalah dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang dapat berupa laporan atau temuan atas pelanggaran (Pasal 10-11):
a. melakukan perbuatan tercela;
b. tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. melanggar sumpah atau janji jabatan;
d. dengan sengaja menghambat Mahkamah memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi;
f. melanggar larangan sebagai Hakim Konstitusi:
1. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, anggota partai politik, pengusaha, advokat, atau pegawai negeri;
2. menerima suatu pemberian atau janji dari pihak yang berperkara, baik langsung maupun tidak langsung;
3. mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atas suatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan; dan/atau
g. tidak melaksanakan kewajiban sebagai Hakim Konstitusi:
1. menjalankan hukum acara sebagaimana mestinya;
2. memperlakukan para pihak yang berperkara dengan adil, tidak diskriminatif, dan tidak memihak; dan
3. menjatuhkan putusan secara objektif didasarkan pada fakta dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Atas laporan dugaan pelanggaran di atas, MKMK berwenang melakukan pemeriksaan, menentukan sah/tidaknya bukti oleh Para Pihak serta mendengar pembelaan dari Hakim tergugat. Putusan MKMK diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Sumber:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
- Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi