Aghnia Maurizka Prameswari
Status tersangka ditetapkan apabila terdapat seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Apabila terdapat bukti permulaan tersebut, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan.
Namun, berdasarkan hukum positif Indonesia, tidak semua tersangka wajib dilakukan penahanan. Terdapat syarat subjektif dan syarat objektif yang harus dipenuhi sebelum melakukan penahanan sebagaimana diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun syarat subjektif yang dimaksud adalah adanya rasa khawatir dari aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik kepolisian.Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal:
- adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri,
- adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
- adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Sementara itu, syarat objektif yang diatur pada Pasal 21 ayat(4) merupakan:
Penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam pidana lima tahun penjara atau lebih. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
- Pasal 282 Ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 Ayat 1, Pasal 351 Ayat 1, Pasal 353 Ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHP, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechten Ordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 UU Darurat Nomor 8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi, Pasal 36 Ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 UU Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Dari uraian di atas, berarti dimungkinkan seorang tersangka tidak ditahan, yaitu jika tersangka diduga tidak akan melarikan diri atau merusak/menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan tidak ada keadaan-keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Maka tersangka masih dapat bekegiatan seperti biasa namun tetap wajib memenuhi panggilan dari apparat penegak hukum untuk menjalankan pemeriksaan.