Aghnia Maurizka Prameswari
Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, terdapat beberapa asas penting yang bertujuan untuk menjamin proses peradilan yang adil, efisien, dan terjangkau bagi masyarakat. Salah satu asas tersebut adalah asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Asas ini diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:
· "Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan."
Asas sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan salah satu hal yang dituntut masyarakat ketika memasuki proses pengadilan, yang menuntut agar mereka mendapatkan kemudahan yang didukung dengan sistem. Dimaksudkan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara efesiensi dan efektif, dengan biaya perkara yang terjangkau.
Pengertian sederhana dan biaya ringan hanya dijumpai dalam penjelasan pada Pasal tersebut, bahwa:
a. yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif.
b. yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.
Prinsip peradilan sederhana bertujuan agar prosedur peradilan tidak rumit dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Prosedur yang sederhana meminimalisasi kesalahan administrasi, mempercepat penyelesaian perkara, serta menghindari birokrasi yang berlebihan. Dalam hukum acara pidana, kesederhanaan proses peradilan diwujudkan dalam bentuk aturan yang jelas dan transparan, sehingga masyarakat yang berhadapan dengan hukum dapat memahami hak-hak mereka tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit.
Perbedaan kondisi ekonomi di masyarakat sangat mempengaruhi penerapan asas peradilan biaya ringan. Asas ini bertujuan agar semua orang, tanpa memandang status ekonomi, memiliki akses yang setara terhadap keadilan. Dalam prinsip hukum, semua orang dipandang setara di hadapan hukum (equality before the law), yang berarti setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam proses peradilan. Namun, perbedaan kemampuan finansial dapat menjadi kendala bagi masyarakat yang kurang mampu dalam mengakses keadilan. Salah satu bentuk nyata dari upaya ini adalah adanya bantuan hukum gratis yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, di mana negara menyediakan pendampingan hukum bagi masyarakat kurang mampu secara cuma-cuma. Dengan demikian, setiap orang tetap memiliki kemudahan akses untuk menjalankan proses peradilan tanpa harus terbebani oleh biaya.
Pada intinya, asas ini menegaskan bahwa peradilan harus dilakukan tanpa bertele-tele, efisien dalam waktu dan prosedur, serta dengan biaya yang tidak membebani pihak-pihak yang berperkara, terutama masyarakat yang kurang mampu. Tujuan utamanya adalah agar keadilan dapat diakses oleh semua orang secara merata, tanpa adanya hambatan berupa proses yang panjang atau biaya yang tinggi.