Rahmannisa Fadhilah
Belakangan ini sedang ramai diperbincangkan mengenai dua musisi berseteru terkait royalti lagu konser, media memberitakan bahwa salah satu dari pihak yang berselisih melarang pihak lainnya untuk membawakan lagu ciptaannya walau pihak lain tersebut pernah berkontribusi sebagai vokalis dalam membawakan lagu tersebut. Pihak yang dikenakan larangan itu membuka suara mengenai perselisihan yang terjadi, beliau mengatakan bahwa royalti yang seharusnya diterima oleh pihak satu merupakan tanggung jawab event organizer. Lalu bagaimanakah ketentuan hukum terkait royalti dan pihak yang bertanggung jawab untuk menyalurkan dana tersebut di Indonesia?
Definisi royalti tertuang di Pasal 1 angka 21 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”),
“Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.”
Dalam kasus ini, royalti merupakan salah satu hak pemanfaatan ekonomi atas karya lagu yang diciptakan oleh pencipta. Menurut ketentuan Pasal 4 UU Hak Cipta terdapat 2 hak ekslusif yang diberikan bagi pencipta meliputi Hak Moral dan Hak Ekonomi.
Ketentuan mengenai Hak Moral termaktub Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta,
“Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan alinan pada alinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.”
Hak Ekonomi diatur dalam ketentuan Pasal 9 UU Hak Cipta,
“(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk meiakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaplasian, pengaransemenan, pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukanCiptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”
Dalam Hak Ekonomi sendiri dapat berupa hak mengumumkan (performing rights) dan hak menggandakan (mechanical rights). Performing rights atau performance right merupakan kumpulan hak yang diperoleh atas kepemilikan hak cipta dimana hak tersebut memberikan kuasa bagi pemegang hak cipta untuk dapat mengendalikan pertunjukan atas karya.
Salah satu cara yang bisa dipilih pencipta agar dapat mengeksploitasi karyanya yaitu dengan melakukan perjanjian, perjanjian yang dimaksud adalah lisensi. Pasal 1 angka 20 UU Hak Cipta memberikan definisi lisensi yakni izin tertulis dari pemilik hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk mampu melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya. Perjanjian lisensi merupakan persetujuan pemberian hak untuk melakukan tindakan yang diberikan izin dari pemegang hak cipta kepada penerima lisensi. Pemberian izin tidak hanya melakukan perjanjian lisensi saja namun pemberian izin juga harus disertai dengan royalti dan harus dilakukan pendaftaran.
Ketentuan mengenai kewajiban membayar royalti terhadap kegiatan penggunaan komersial yang dilakukan selain pencipta atau pemegang hak cipta diatur dalam Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”). Pasal 3 ayat (1) PP 56/2021 menyatakan,
“Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.”
Maksud dari layanan publik yang bersifat komersial diperjelas pada Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021, meliputi:
a. seminar dan konferensi komersial;
b. restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek;
c. konser musik;
d. pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;
e. pameran dan bazaq
f. bioskop;
g. nada tunggu telepon;
h. bank dan kantor;
i. pertokoan;
j. pusat rekreasi;
k. lembaga penyiaran televisi;
l. lembaga penyiaran radio;
m. hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan
n. usaha karaoke.
Dengan demikian, setiap individu yang menggunakan suatu karya lagu secara publik dan komersial diwajibkan untuk membayar sejumlah uang yaitu royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Merujuk Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021 bahwa konser musik merupakan salah satu bentuk dari layanan bersifat komersial.
Pembayaran royalti itu dapat dilakukan secara daring melalui website: www.lmknlisensi.id.
Dalam hal ini penyelenggara konser merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk melaporkan karya lagu yang hendak ditampilkan pada acaranya, dengan telah mendaftarkan daftar lagu yang dimainkan dan membayar royalti melalui LMKN nantinya Event Organizer (EO) akan mendapatkan lisensi dari LMKN sebagai bukti telah membayar kewajiban royalti tersebut. LMKN sebagai lembaga penghimpun akan menyalurkan uang royalti kepada pemegang hak cipta yang lagunya diguankan tersebut.
Pada acara pagelaran musik yang menampilkan dan membawakan lagu secara komersial diwajibkan membayar royalti kepada pemegang hak cipta lagu-lagu tersebut, kewajiban pembayaran royalti ada di tangan penyelenggara acara. Berdasarkan ketentuan hukum positif Indonesia dengan tidak mendaftarkan dan membayar royalti kepada pemegang hak cipta maka pengguna telah melakukan suatu pelanggaran hukum, bagi pihak yang merasa haknya dilanggar dapat melakukan upaya hukum atas pelanggaran tersebut.
Sumber:
Edward James Sinaga, “Pengelolaan Royalti atas Pengumuman Karya Cipta Lagu dan/atau Musik (Royalty on The Management of Copyright Songs and Music),” Jurnal Ilmuah Kebijakan Hukum, Vol 14 No 4, 2020.