Aghnia Maurizka Prameswari
Sebagaimana yang telah kita ketahui, salah satu pasangan calon presiden RI 2024 mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi terkait dugaan adanya kecurangan pemilihan umum. Dalam hal ini, Mahkamah konstitusi merupakan pengadilan yang berwenang dalam memutus perselisihan penyelenggaraan pemilu.
Pembentukan MK dilatarbelakangi oleh beberapa hal, di antaranya konsekuensi dari paham konstitusionalisme, diperlukannya check and balances antar lembaga negara, dan dibutuhkannya perlindungan hak asasi manusia yang termuat dalam konstitusi. Sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Agung (MA).
MK diberi beberapa kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yakni untuk menguji undang‐undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan MK wajib memutus pendapat DPR jika ada dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Kedudukan dan kewenangan MK tersebut diatur pada UUD 1945 dan UU MK, sebagai berikut:
Pasal 24 UUD 1945
(1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Dalam permohonan sengketa pemilu, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan
b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon
Atas permohonan tersebut, terdapat beberapa kemungkinan putusan yang akan diberikan oleh hakim MK. Jika Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Jika Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Jika permohonan dikabulkan, Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. Namun, apabila permohonan dinyatakan tidak beralasan maka amar putusan menyatakan permohonan ditolak.