Rahmannisa Fadhilah
Tak asing bagi Warga Negara Indonesia mendengar lagu nasional yang terinspirasi dari peristiwa Bandung Lautan Api yaitu “Halo-Halo Bandung” ciptaan Ismail Marzuki, yang mana akhir-akhir ini ramai diperbincangkan atas dugaan penjiplakan lagu. Beredar luas di masyarakat adanya video musik yang memiliki kesamaan signifikan pada judul dan lirik, diketahui video tersebut berasal dari negeri Jiran Malaysia dengan Judul “Hello Kuala Lumpur”. Berdasarkan isu ini, kami akan membahas ketentuan mengenai perlindungan atas karya lagu nasional dan upaya hukum yang dapat ditempuh atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara asing.
Sebagaimana yang kita ketahui, perlindungan suatu lagu dapat didapatkan melalui Hak Cipta. Hak Cipta menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta terdiri dari 2 hak eksklusif yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi.
Pada pokoknya, Hak Moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta. Hak yang merupakan perwujudan atas pengakuan atau nama baik dan reputasi pencipta terhadap hasil karya ciptanya, hak ini tidak dapat divalusasi berdasarkan materiil. Keberadaan hak moral memberikan hak bagi pencipta untuk dapat menyatakan ciptaan tersebut adalah karyanya dan sarana kontrol penggunaan serta pencegahan atas perubahan ataupun tindakan yang tidak dikehendaki terhadap karya tersebut. Sedangkan Hak Ekonomi adalah hak untuk dapat memanfaatkan dan menikmati keuntungan komersial atas ciptaan, kerap kali hak ekonomi disebut dengan hak untuk mengeksploitasi suatu karya ciptaan secara ekonomis.
Bagi pihak lain yang ingin melakukan tindakan terkait hak ekonomi seperti mengubah sebagian atau keseluruhan dari karya lagu wajib mendapat persetujuan dari pencipta atau pemegang hak cipta sebelum melakukan tindakan-tindakan tersebut, sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta.
Diketahui bahwa lagu “Halo-Halo Bandung” telah dilakukan pengumuman pertama kali pada tanggal 1 Mei 1946 dan telah dicatatkan dengan Nomor Permohonan EC00202106966 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Ham. Merujuk Pasal 58 ayat (2) UU Hak Cipta, jangka perlindungan yang diberikan atas karya lagu berlaku seumur hidup pencipta dan masa berlaku ditambah selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Terkait upaya hukum yang dapat ditempuh atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh pihak warga negara asing salah satunya dengan ketentuan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (“Konvensi Bern”), di mana perlindungan hak cipta yang diberikan akan berlaku secara keseluruhan bagi anggota atau negara yang telah meratifikasi Konversi Bern. Anggota Konvensi Bern hingga saat ini berjumlah 181 negara, Indonesia dan Malaysia termasuk anggota dari Konvensi Bern.
Mengkaitkan perlindungan dalam Pasal 5 Konvensi Bern dengan lagu “Halo-Halo Bandung” bahwa perlindungan hak cipta atas lagu “Halo-Halo Bandung” milik Ismail Marzuki berlaku bagi semua anggota Konvensi.
Konvensi Bern mempunyai 3 prinsip utama, yaitu:
1. National treatment, karya yang berasal dari salah satu negara anggota harus dilindungi di setiap negara anggota dengan cara yang sama seperti negara tersebut melindungi karya warga negaranya sendiri.
2. Automatic protection, suatu ciptaan akan diberikan perlindungan meskipun ciptaan tersebut tidak memenuhi formalitas, seperti pendaftaran atau legal deposit, berdasarkan hukum nasional negara anggota.
3. Independence of protection, apabila digunakan di negara lain, suatu ciptaan tidak dibatasi oleh undang-undang hak cipta yang berlaku di negara asalnya.
Min Usihen, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, menjelaskan lebih lanjut mengenai Independence of protection yang pada pokoknya berartikan perlindungan dan penegakan hukum Hak Cipta yang berlaku adalah di mana pelanggaran Hak Cipta ciptaan tersebut dilanggar.
Mengutip Min Usihen dalam tangapannya terkait dugaan pelanggaran hak cipta atas lagu Halo-Halo Bandung. Beliau mengatakan, “Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan Hak Cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang-Undang Hak Cipta di negara tersebut.” Dapat disimpulkan, apabila ingin mengajukan gugatan maka gugatan tersebut berdasarkan Undang-Undang Malaysia.
Min Usihen mengatakan atas dugaan pelanggaran Hak Cipta seyogyanya didahului dengan alternatif penyelesaian sengketa (“ADR”), penyelesaian akan di dasarkan atas kesepakatan para pihak bersengketa.
Mengingat keberadaan prinsip deklaratif maka tidak adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan karya tetapi lebih baik jika pencipta mencatatkan ciptaanya, sebab pencatatan dapat menjadi upaya preventif dan tameng apabila terjadi sengketa klaim hak cipta.
Sumber:
- Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem Civil Law dan Common Law,” Jurnal Hukum No 23 Vol 10 (Mei 2003).
- World Intellectual Property Organization, “Summary of the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (1886),” https://www.wipo.int/treaties/en/ip/berne/summary_berne.html
- Fath Putra Mulya, “DJKI tanggapi dugaan pelanggaran hak cipta lagu “Halo-Halo Bandung,” Antara News, https://www.antaranews.com/berita/3727209/djki-tanggapi-dugaan-pelanggaran-hak-cipta-lagu-halo-halo-bandung