Aghnia Maurizka Prameswari
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, keuangan negara, dan stabilitas nasional. Oleh karena itu, penanganan tindak pidana ini memerlukan upaya hukum yang tegas, termasuk penerapan pidana tambahan yang bertujuan memberikan efek jera kepada pelaku dan memulihkan kerugian negara.
Menurut Pasal 10 huruf b KUHP, jenis-jenis pidana tambahan adalah:
- Pencabutan hak tertentu
- Perampasan barang tertentu
- Pengumuman putusan hakim
Akan tetapi ada aturan khusus terkait pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi. Pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Pasal 18 UU Tipikor secara khusus mengatur mengenai pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi, yang berbunyi:
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk Perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitupula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.”
Hukum pidana korupsi merupakan salah satu pidana khusus oleh karena itu prinsip pemberlakuannya adalah hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada pidana umum. Dengan ini, pemberlakuan pidana tambahan dari UU Tipikor pun diutamakan. Salah satu upaya pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi adalah melalui pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu maksimal 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka jaksa berwenang menyita harta benda terpidana dan melelangnya untuk melunasi uang pengganti tersebut.
Pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi merupakan salah satu instrumen penting dalam penegakan hukum yang tidak hanya bertujuan memberikan efek jera, tetapi juga berperan dalam memulihkan kerugian negara. Pelaksanaan pidana tambahan, seperti kewajiban membayar uang pengganti, menjadi langkah nyata dalam menjaga prinsip akuntabilitas dan keadilan. Oleh sebab itu, penerapan pidana tambahan perlu dilakukan secara berkelanjutan, transparan, dan berimbang guna memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.