Aghnia Maurizka Prameswari
Pekerja adalah tenaga kerja yang diperlukan dalam kegiatan usaha untuk menunjang proses usahanya agar berjalan dengan lancer. Namun, ada kalanya seorang pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja apabila usaha yang dijalankan tidak berjalan dengan lancar. Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan), sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib mengupayakan agar pemutusan hubungan kerja tidak terjadi sebagaimana diatur pada Pasal 151. Akan tetapi, jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, pengusaha wajib memberikan alasan pemutusan hubungan kerja tersebut kepada Pekerja/Buruh.
Untuk melindungi hak-hak pekerja, undang-undang secara tegas mengatur bahwa tidak semua alasan dapat dijadikan dasar untuk melakukan pemutusan hubungan kerja.
Dalam hal ini, terdapat sejumlah alasan dilarang untuk dijadikan dasar PHK, sebagaimana diatur pada Pasal 153 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. menikah;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Bunrh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menumt surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Jika Pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan yang tercantum pada Pasal 153 UU Ketenagakerjaan maka pemutusan hubungan tersebut batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan. Dengan adanya perlindungan hukum ini, pekerja mendapatkan kepastian hukum dan jaminan terhadap stabilitas pekerjaan.