Korupsi adalah semua perbuatan atau tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999. Terdapat beberapa klasifikasi tindak pidana korupsi, anatara lain:
1. Merugikan keuangan/perekonomian negara, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU 31/1999
2. Penyuapan, diatur pada Pasal 5 UU 20/2001
3. Penggelapan, dalam jabatan diatur pada Pasal 8 UU 20/200
4. Pemerasan, diatur pada Pasal 12 huruf e,g,h UU 20/2001
5. Perbuatan curang, diatur pada Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur pada Pasal 12 huruf i UU 20/2001
7. Gratifikasi diatur pada Pasal 12B, 12C UU 20/2001
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan terdapat 553 penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sepanjang tahun 2021 dengan 1.173 tersangka dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 29,438 triliun. Hal itu, diketahui dari hasil pemantauan tren penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung maupun Kepolisian.
Saat ini penyelesaian perkara pada korupsi mengarah kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU 31/1999) sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melihat kondisi sebagaimana penjelasan di atas, alangkah baiknya seluruh masyarakat turut mengerahkan segala usaha untuk memberantas korupsi. Akan tetapi dalam RKUHP terdapat beberapa pasal-pasal yang justru mengurangi jumlah sanksi pidana kasus korupsi sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, seperti halnya:
· Pertama,
Pada pasal 2 UU 31/1999: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 603 RKUHP: Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
Pada RKUHP mengurangi minimum hukuman dari paling singkat 4 tahun hingga paling singkat 2 tahun serta mengurangi minimum denda menjadi paling sedikit katergori II yang berjumlah Rp 10.000.000,-
· Kedua,
Pasal 3 UU 31/1999: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 604 RKUHP: Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
Pada RKUHP mengurangi minimum hukuman menjadi paling singkat 1 tahun serta mengurangi ancaman denda menjadi paling sedikit katergori II yang berjumlah Rp 10.000.000,- . dan beberapa pasal-pasal lainnya
Apabila RKUHP disahkan, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana tercantum pasa Pasal 626 huruf e RKUHP dan apabila terdapat kasus korupsi dalam kategori tertentu tidak lagi dapat menggunakan UU Tipikor sebagai lex specialis, sehingga penyelesaian perkara akan bersandar pada aturan yang terdapat di RKUHP yang mana terdapat pengurangan sanksi pidana.
Perubahan aturan ini alangkah baiknya terus didiskusikan hingga menemui jalan keluar terbaik demi pemberantasan korupsi sepenuhnya, karena jika melihat kondisi saat ini, walaupun sudah dianggap sebagai extra ordinary crime dan telah dibangun komisi khusus yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi serta ancaman pidana yang tinggi pun masih saja banyak ditemukan kasus korupsi di setiap tahunnya seakan-akan mereka tidak jera dan takut melihat kasus-kasus sebelumnya. Pengurangan sanksi pidana ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pengabaian aturan dan korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa.