Aghnia Maurizka Prameswari
Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian yang berada di bawah Presiden bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian melaksanakan urusan meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan dan menjalankan fungsi sebagai berikut:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan
d. pelaksanaan kegiatan teknis.
Untuk memaksimalkan tugas dan fungsi Kementerian, Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Ketentuan tersebut diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara (UU 29/2008). Meskipun ketentuan dalam undang-undang tersebut hanya merujuk kepada menteri, aturan tersebut juga berlaku bagi wakil menteri. Hal ini ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025, yang menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal tersebut juga berlaku bagi wakil menteri (wamen). Larangan untuk merangkap jabatan dimaksudkan agar pejabat yang menjabat sebagai menteri dapat fokus pada tugas dan tanggung jawab yang dimiliki, meningkatkan profesionalisme, serta menghindari konflik kepentingan atau potensi perpecahan.
Wakil menteri, yang memiliki tugas utama membantu menteri dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik, juga wajib patuh pada larangan merangkap jabatan tersebut. Jika melanggar maka dapat diberhentikan oleh Presiden sebagaimana diatur pada Pasal 24 UU 29/2008 mengenai pemberhentian Menteri yang berbunyi:
“Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena:
a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau
e. alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.”
Larangan rangkap jabatan bagi Menteri dan Wakil Menteri Republik Indonesia merupakan upaya untuk menjaga integritas, profesionalisme, serta efektivitas dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. Penerapan larangan ini tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga mengandung sanksi tegas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sebagai bentuk komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik.