Aghnia Maurizka Prameswari
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan. Hipotek, yang diatur pada Bab 21 Buku II KUH Perdata dalam Pasal 1162-232 KUH Perdata. Hak itu pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi, dan diadakan atas semua barang tak bergerak yang terikat secara keseluruhan, atas masing-masing dari barang-barang itu, dan atas tiap bagian dari barang-barang itu. Barang-barang tersebut tetap memikul beban itu meskipun barang-barang tersebut berpindah tangan kepada siapa pun juga.
Yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah:
1. barang-barang tak bergerak yang dapat diperdagangkan, beserta semua yang termasuk bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini dianggap sebagai barang tak bergerak.
2. hak pakai hasil barang-barang itu dengan segala sesuatu yang termasuk bagiannya:
3. hak numpang karang dan hak usaha;
4. bunga tanah yang terutang, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah;
5. hak sepersepuluhan;
6. bazar atau pekan raya, yang diakui oleh pemenntah, beserta hak istimewanya yang melekat.
Akan tetapi, hipotek tidak dapat diberikan jika hak miliknya atas benda tidak bergerak itu masih ditangguhkan, seperti hak miliknya masih tergantung pada suatu syarat atau bisa dibatalkan di kemudian hari. Sebagaimana diatur pada Pasal 1169 KUHPER, ketentuan ini diatur oleh karena hak tersebut belum sepenuhnya menjadi miliknya, jadi ia belum punya wewenang penuh untuk menjadikannya jaminan. Dengan kata lain, hanya orang yang benar-benar sudah sah dan pasti memiliki barang tersebut yang boleh menjaminkannya kepada pihak lain.
Hipotek hanya dapat diberikan melalui akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, kecuali dalam hal-hal tertentu yang secara tegas ditentukan oleh undang-undang. Pemberian kuasa untuk membuat hipotek juga harus dilakukan dengan akta otentik. Orang yang menurut undang-undang atau perjanjian wajib untuk memberikan hipotek, dapat dipaksa untuk itu dengan putusan Hakim, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti bila ia telah memberi persetujuan terhadap hipotek itu, dan menunjukkan secara pasti barang-barang yang harus didaftar. Seorang wanita yang telah menikah, yang dalam perjanjian perkawinannya telah dijanjikan hipotek, berhak untuk mengurus pendaftaran hipotek tersebut dan mengajukan tuntutan hukum yang diperlukan tanpa memerlukan persetujuan suami atau izin dari hakim.