Aghnia Maurizka Prameswari
Setiap orang yang terlibat dalam kasus hukum memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Pada dasarnya, kasus hukum dapat menimpa siapa saja tanpa memandang kelas sosial. Namun, tidak semua orang memiliki pemahaman yang memadai tentang proses hukum maupun kemampuan untuk memilih langkah penyelesaian yang tepat tanpa bantuan seorang pengacara, apalagi membayar jasanya.
Pada dasarnya negara menjamin hak konstitusional setiap warga negara untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang setara di hadapan hukum sebagai bagian dari perlindungan terhadap hak asasi manusia. Sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjamin akses terhadap keadilan, pemerintah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU 16/11).
Setiap orang atau kelompok orang miskin yang dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri dapat menerima bantuan hukum secara cuma-cuma. Bantuan hukum yang diberikan dapat berupa bantuan pada masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.
Dalam hal memastikan bantuan ini diterima pada kalangan yang patut mendapatkannya maka UU 16/11 mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat menerima bantuan hukum, sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
Permohonan bantuan hukum diajukan kepada Lembaga Pemberi Bantuan Hukum. Jika pemohon tidak mampu menyampaikan permohonan secara tertulis, maka permohonan dapat dilakukan secara lisan. Pembiayaan untuk pelaksanaan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerima bantuan hukum memiliki kewajiban untuk memberikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara jujur kepada pemberi bantuan hukum, serta turut serta mendukung kelancaran proses pemberian bantuan hukum tersebut.